Mafia Migas! Diduga Monopoli SPBU Demi Suplai BBM ke Tambang Emas Ilegal, Sopir Ekspedisi di Sekadau Kecewa

Mafia Migas! Diduga Monopoli SPBU Demi Suplai BBM ke Tambang Emas Ilegal, Sopir Ekspedisi di Sekadau Kecewa

Sekadau, Kalimantan Barat — Kekecewaan warga dan pengguna jalan muncul terhadap aktivitas salah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kecamatan Rawak, Kabupaten Sekadau, yang diduga kuat menyalurkan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamina Dex kepada pihak yang tidak berhak.

Pasokan BBM yang seharusnya diperuntukkan bagi konsumen umum—terutama petani, nelayan, dan sopir ekspedisi—diduga dialihkan untuk pengisian jeriken dalam jumlah besar yang memenuhi area belakang depot SPBU.

Pengakuan Sopir: “Dex-nya Bukan untuk Kami, Tapi untuk Tambang!”

Deby, seorang sopir ekspedisi yang rutin mengisi bahan bakar di SPBU Rawak, mengaku kecewa dan geram dengan praktik tersebut.

 “Setiap hari saya lihat jerigen-jerigen besar antre di belakang. Kami sopir ekspedisi sering kehabisan BBM, padahal Dex itu kan untuk kami, bukan buat tambang. Tapi mereka isi pakai jerigen untuk pelaku tambang emas di wilayah Rawak,” ujar Deby kepada awak media, Selasa (8/10/2025).

Menurut Deby, situasi ini telah berlangsung cukup lama tanpa ada penindakan dari pihak berwenang. Ia menilai pembiaran tersebut menunjukkan adanya dugaan keterlibatan oknum tertentu, termasuk aparat di lapangan. 

“Kalau aparat dan pengawas SPBU tidak tahu, mustahil. Ini jelas sudah terorganisir, seperti mafia migas di daerah,” tambahnya.

Melanggar Sejumlah Aturan

Berdasarkan temuan lapangan, praktik pengisian BBM ke dalam jeriken tanpa izin resmi melanggar sejumlah regulasi, di antaranya:

1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Pasal 53 huruf (d), yang melarang kegiatan penyimpanan dan pendistribusian BBM tanpa izin usaha niaga.

Ancaman pidana: penjara paling lama 3 tahun dan denda maksimal Rp30 miliar.

2. Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 Tahun 2011 tentang Kegiatan Penyaluran BBM, yang mengatur bahwa SPBU hanya boleh menyalurkan BBM sesuai peruntukan dan tidak kepada pihak yang tidak berhak.


3. Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM, yang menegaskan bahwa Pertamina Dex merupakan bahan bakar non-subsidi dan tidak boleh dialihkan untuk kegiatan pertambangan atau penimbunan.


4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 jo. UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang memperkuat larangan penyalahgunaan BBM serta mengatur sanksi administratif dan pidana bagi pelaku usaha atau pengelola SPBU yang melanggar izin niaga.

Harapan Warga dan Tanggung Jawab Penegak Hukum

Masyarakat Kecamatan Rawak berharap agar aparat penegak hukum (APH), termasuk Polres Sekadau, Pertamina, dan Dinas ESDM Provinsi Kalimantan Barat, segera melakukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran ini. 

“Kalau hukum masih berpihak pada rakyat kecil, tolong tindak tegas. Kami cuma mau beli BBM untuk kerja, bukan bersaing sama mafia jerigen,” tegas Deby.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak pengelola SPBU di Kecamatan Rawak belum dapat dihubungi untuk dimintai tanggapan resmi.
Redaksi media ini memberikan ruang hak jawab dan klarifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, guna menjaga keseimbangan informasi dan asas praduga tak bersalah.

Dugaan Kejahatan Ekonomi Terorganisir

Fenomena penyimpangan distribusi BBM jenis Pertamina Dex di SPBU pedalaman Kalimantan Barat bukan hanya merugikan masyarakat kecil, tetapi juga berpotensi menjadi bagian dari kejahatan ekonomi terorganisir (organized economic crime) yang melibatkan jaringan pemasok BBM ilegal dan pelaku tambang tanpa izin (PETI).

Penegakan hukum yang tegas, transparan, dan independen sangat dibutuhkan untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap regulasi migas nasional.

Editor ; Nurjali

Sumber: Sopir ekspedisi, Deby.