Pembakaran Arang Ilegal di Selayar Tak Tersentuh Hukum, Warga: Hukum Kalah oleh "Mas Pamen"

Pembakaran Arang Ilegal di Selayar Tak Tersentuh Hukum, Warga: Hukum Kalah oleh "Mas Pamen"

Kepulauan Selayar, Sulsel – Di balik rindangnya pepohonan Dusun Tanaharapan, Desa Bontotangnga, Kecamatan Bontoharu, asap hitam terus membumbung ke langit malam. Bau arang yang menyengat menyertai langkah para petugas saat mereka kembali menyambangi lokasi pembakaran ilegal milik seorang pria yang dikenal dengan nama Mas Pamen alias Anto. Tapi yang mereka temukan bukanlah kesadaran hukum, melainkan kesombongan yang seolah menantang negara.

Sudah berkali-kali aparat Polsek Benteng dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kepulauan Selayar mendatangi lokasi ini. Sudah sering pula teguran disampaikan. Namun, Jumat malam (13/6/2025), semuanya terasa sia-sia. Anto hanya menjawab singkat, “Iya,” sambil tetap melanjutkan aktivitasnya seolah tak terjadi apa-apa.

“Kalau tidak ada beking, mana mungkin dia berani seperti ini?” ucap seorang warga, menyiratkan dugaan kuat adanya “perlindungan” dari oknum penegak hukum. Warga lain bahkan menyebut, “Polisi, tentara, bahkan pemerintah desa seakan kehilangan wibawa di hadapan satu orang ini.”

Kegiatan pembakaran arang tersebut telah dinyatakan tidak memiliki izin resmi oleh DLH. Kepala DLH Kepulauan Selayar, Taufik Kadir, menjelaskan bahwa pihaknya telah memberi peringatan dan syarat-syarat perizinan, termasuk penggunaan cerobong asap dan lokasi yang memenuhi standar lingkungan.

Namun hingga pertengahan Juni, tidak ada penyegelan lokasi, tidak ada penyitaan alat, tidak ada penegakan hukum yang nyata. Yang ada hanya asap hitam, bau menyengat, dan rasa frustrasi warga yang semakin menumpuk.

Masyarakat mulai gerah. Beberapa warga menyatakan jika aparat terus bersikap pasif, bukan tidak mungkin akan ada aksi spontan. “Ini bukan lagi sekadar soal arang. Ini soal kepercayaan terhadap hukum. Kalau satu orang bisa bebas langgar aturan tanpa sanksi, bagaimana dengan warga lainnya?” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.

Ketakutan terbesar bukan pada asap atau pembakaran itu sendiri, tapi pada hilangnya rasa percaya terhadap institusi negara. Kasus ini bukan hanya ujian bagi DLH atau Polsek Benteng, tapi juga ujian bagi wibawa negara. Di tengah gencarnya kampanye pelestarian lingkungan dan penegakan hukum, satu titik arang di Tanaharapan kini menjadi simbol perlawanan diam terhadap aturan.

Publik kini menunggu, apakah hukum akan membuktikan kekuatannya, atau akan kembali tunduk di hadapan satu pelaku yang merasa kebal hukum? (TIM)