Kekecewaan Mengguncang RSUD Soedarso Pontianak: Pasien Kelas 1 Terlantar Kelas 2 Lebih Cepat Ditangani

Kekecewaan Mengguncang RSUD Soedarso Pontianak: Pasien Kelas 1 Terlantar Kelas 2 Lebih Cepat Ditangani

TARGETOPERASI.ID. Pontianak kalbar – Kejadian tak terduga terjadi pada Senin, 24 Februari 2024, di RSUD Soedarso, Pontianak. Seorang pasien peserta ASKES yang seharusnya mendapatkan perawatan di ruang PPT Kelas 1 justru harus menunggu lama, sementara pasien Kelas 2 malah diprioritaskan untuk ditempatkan lebih dulu. Kejadian ini menimbulkan kegelisahan dan tanda tanya besar mengenai keadilan dan transparansi dalam sistem pelayanan rumah sakit tersebut.

“Saya tanya kenapa pasien Kelas 2 bisa masuk lebih dulu, sementara ibu saya yang Kelas 1 malah harus menunggu?” ujar RM, anak dari pasien tersebut, dengan nada kecewa. Pertanyaan ini menggugah banyak pihak untuk mempertanyakan adanya ketidakwajaran dalam proses penanganan pasien.

Saat dikonfirmasi, petugas administrasi rumah sakit menyebutkan bahwa pasien Kelas 2 telah lebih dulu “membooking” ruang perawatan. Namun, penjelasan ini tidak disertai bukti yang memadai, semakin menambah kekecewaan publik. Apakah benar ruangan bisa dibooking sebelumnya? Jika iya, mengapa sistem tersebut tak transparan dan mengutamakan keadilan?

Lebih jauh, masyarakat juga mulai mempertanyakan kenapa pasien yang datang dari Instalasi Gawat Darurat (IGD) tidak mendapatkan prioritas, sementara pasien dari luar daerah yang sudah mendapatkan persetujuan rujukan malah lebih cepat ditempatkan di ruang rawat inap.

Menanggapi kegelisahan ini, Direktur RSUD Soedarso, Hary Agung Tjahyadi, memberikan penjelasan melalui telepon pada 25 Februari 2025. Hary Agung menyebutkan bahwa proses pemindahan pasien dari IGD dilakukan setelah pemeriksaan medis selesai. Namun, jika ruang rawat inap penuh, pasien harus menunggu hingga ada tempat yang tersedia. Ia juga menjelaskan bahwa rumah sakit sering menerima pasien rujukan dari luar yang sudah mendapatkan persetujuan sebelumnya, sehingga bisa lebih cepat mendapatkan tempat tidur.

Lebih lanjut, Hary Agung mengungkapkan bahwa beberapa ruang perawatan sengaja dijaga untuk pasien yang akan menjalani operasi, meski ruangan tersebut tampak kosong. “Kapasitas tempat tidur terbatas dan pemanfaatannya sudah mencapai 84%, jauh lebih tinggi dibandingkan rumah sakit swasta,” ujarnya, sambil meminta dukungan lebih dari rumah sakit lain untuk meringankan beban RSUD Soedarso yang kini hampir seluruh pasien BPJS tertampung di sana.

Kasus ini membuka pertanyaan besar mengenai sistem administrasi dan pelayanan di RSUD Soedarso. Akankah rumah sakit ini memperbaiki transparansi dan keadilan dalam pelayanan kepada pasien? Warga dan pasien berharap agar rumah sakit segera melakukan evaluasi menyeluruh agar kejadian serupa tak terulang kembali. (NJ/MH)